Bagian Tubuh Wanita Yang Wajib Ditutup Ketika Shalat




Mengenai Bagian Tubuh Wanita Yang Wajib Ditutup Ketika Shalat, ada beberapa keadaan yang wajib diperhatikan terkait hal ini.

1. Jika seorang wanita shalat bersama orang asing (bukan mahram) maka ia wajib menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan.[1] Pendapat ini menurut jumhur ulama. [2]

2. Jika di antara bagian tubuhnya yang wajib ditutup ketika shalat ada yang terlihat, dan saat itu terdapat orang yang bukan mahram, maka dia berdosa namun shalatnya tidaklah batal –menurut pendapat yang shahih dari para ulama– karena tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa hal tersebut dapat membatalkan shalat.

3. Jika saja seorang perempuan shalat sendirian, bersama suami atau mahram maka dibolehkan baginya membuka wajahnya dan kedua telapak tangannya ketika shalat. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Sedangkan mengenai rambut seorang perempuan ketika shalat, maka terdapat hadits yang menyatakan:

لاَ يَقْبَلُ اَللَّهُ صَلاَةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ 

“Allah tidaklah menerima shalat wanita yang telah baligh kecuali ia mengenakan jilbab (kain penutup kepala).”[3]

Hadits ini meskipun Dhaif (lemah), Imam At-Tirmidzi mengatakan setelahnya, "Dan yang diamalkan oleh para ulama: bahwa seorang wanita yang telah baligh, kemudian ia melaksanakan shalat, namun sebagian dari rambutnya terbuka, maka tidak dibolehkan shalatnya. Hal ini merupakan pendapat Syafi'i. Ia mengatakan, tidak boleh seorang wanita mengerjakan shalat sedangkan sebagian dari tubuhnya terbuka."

Namun apabila terbuka sedikit saja dari rambutnya atau tubuhnya maka shalatnya sah dan ia tidak perlu mengulanginya lagi –menurut mayoritas ulama– yang itu juga merupakan madzhab Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Namun jika yang terbuka banyak, maka dia harus mengulangi shalatnya pada saat itu juga, hal tersebut menurut mayoritas ulama, yaitu Imam empat madzhab dan yang lainnya.[4]


Telapak Kaki Wanita Dalam Shalat



Hadits dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:

أَتُصَلِّي اَلْمَرْأَةُ فِي دِرْعٍ وَخِمَارٍ , لَيْسَ عَلَيْهَا إِزَارٌ ? قَالَ : "إِذَا كَانَ اَلدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُورَ قَدَمَيْهَا

“Apakah seorang wanita boleh shalat dengan mengenakan jilbab dan baju saja tanpa mengenakan sarung? –Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab– "Ya, jika baju tersebut dapat menutup sesuatu yang terbuka dari kedua telapak kaki". hadits ini Dhaif .[5]

Imam Syafi'i juga menyatakan dalam kitabnya al-Umm (1/77), "Dan seluruh tubuh wanita itu adalah aurat –maksudnya di dalam shalat– kecuali wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kakinya."

Imam At-Tirmidzi menukilkan dari Imam Syafi'i pernyataannya, "Dan telah dikatakan apabila punggung telapak kakinya terbuka maka shalatnya sah". Pendapat ini juga merupakan pendapat dalam madzhab Abu Hanifah sebagaimana yang telah dinukil oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu' Fatawa (22/123).

Sedangkan Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa wanita itu seluruh tubuhnya adalah aurat. Bahkan Imam Ahmad berkata, "Wanita itu shalat –dengan menutup tubuhnya– hingga tak terlihat darinya apapun hingga kukunya sekalipun"

Penulis Berkata: Pendapat yang dinilai rajih (kuat) adalah; dibolehkan seorang wanita yang shalat –tanpa adanya non-mahram– dalam keadaan punggung telapak kaki terbuka, meskipun lebih hati-hatinya untuk shalat dengan menutup keduanya.Wallahu A'lam.

4. Dianjurkan bagi wanita shalat dengan pakaian yang menutup badannya, dan selama pakaian tersebut lebih tertutup, maka itu lebih utama.

Imam syafii mengatakan, mayoritas ulama sepakat bahwa wanita shalat dengan mengenakan baju panjang dan jilbab, jika lebih dari itu maka lebih baik. Karena ketika shalat dia merenggangkan kedua tangannya dari rusuk saat rukuk dan sujud. Dengan memakai jilbab maka tidak akan membentuk bagian pinggul dan aurat lainnya.

5. Apabila ia hamba sahaya maka hukumnya sama seperti wanita yang merdeka. Namun ia boleh shalat dengan terbuka rambutnya. Demikian pendapat jumhur ulama kecuali Hasan dan Atha’.

6. Wanita yang masih kecil yang belum haidh maka ia tidak wajib menggunakan jilbab ketika shalat. Demikian menurut Abdurrazaq dalam al-Mushannaf (3/113) dengan sanad shahih dari Ibnu Juraij. Ia berkata: aku bertanya kepada Atha’: “bagaimana shalatnya wanita yang masih kecil?” Ia menjawab: “cukup baginya memakai kain sarung.”

Catatan Tambahan:


Jika Aurat Seseorang Tersingkap Tanpa Sengaja Ketika Shalat, Apakah Batal Shalatnya?



Jumhur ulama berpendapat, bahwa orang yang terbuka sebagian auratnya ketika shalat –meskipun tanpa sengaja– maka shalatnya batal jika tidak langsung ditutup. Namun ulama madzhab Hanafi membatasi dengan seperempat bagian aurat, jika terbuka maka dapat membatalkan shalat ketika bagian tersebut terbuka selama waktu mengerjakan rukun.[6] Sedangkan ulama madzhab Hanbali berpendapat jika aurat seseorang terbuka dalam waktu singkat, seperti baju yang tersingkap oleh hembusan angin sehingga auratnya pun terlihat maka tidaklah batal shalatnya. Demikian halnya jika aurat terbuka dengan celah yang kecil meskipun terbukanya itu dalam waktu yang lama.[7] Hal ini sebagaimana yang diterangkan oleh hadits Amru bin Salamah radhiallahu 'anhu, berkata: Ayahku pergi untuk menjumpai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersama orang-orang dari kaumnya. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengajari mereka shalat, beliau pun bersabda:

يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ. وَكُنْتُ أَقْرَأَهُمْ لِمَا كُنْتُ أَحْفَظُ فَقَدَّمُونِى فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَعَلَىَّ بُرْدَةٌ لِى صَغِيرَةٌ صَفْرَاءُ فَكُنْتُ إِذَا سَجَدْتُ تَكَشَّفَتْ عَنِّى فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنَ النِّسَاءِ وَارُوا عَنَّا عَوْرَةَ قَارِئِكُمْ. فَاشْتَرَوْا لِى قَمِيصًا عُمَانِيًّا فَمَا فَرِحْتُ بِشَىْءٍ بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحِى بِهِ 

"Yang menjadi imam shalat bagi kalian adalah yang paling pandai bacaan Al-Qur'annya" dan aku saat itu adalah yang paling pandai membaca Al-Qur'an di antara yang lainnya, karena aku telah hafal –banyak dari ayat Al-Qur'an– maka mereka mengajukanku untuk menjadi imam, lalu aku pun mengimami mereka. Saat itu aku mengenakan Burdah (jubah lelaki) berukuran kecil dan berwarna kuning, jika aku sujud terbuka –sebagian auratku– lalu jamaah wanita pun berkata, "Tutuplah aurat imam kalian dari pandangan kami" kemudian mereka membelikanku baju buatan Amman, aku merasa seakan inilah kebahagiaanku paling tinggi semenjak masuk Islam.”[8]

Dari hadits ini terdapat dalil bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat kala itu tidaklah mengingkari terbukanya sebagian aurat Amru bin Salamah (dengan menyatakan batalnya shalat.

Penulis berkata: Bahwa pendapat inilah yang benar, hanya saja wajib bagi orang yang terbuka auratnya ketika shalat –dan ia mengetahuinya– agar semampu mungkin menutupnya.


Shalat Bagi Orang Yang Tidak Mampu Menutup Auratnya[9]



Ulama sepakat, bahwa orang yang tidak menemukan sesuatu untuk menutup auratnya maka hukum shalat baginya tidaklah gugur (tetap wajib). Namun ulama berbeda pendapat tentang bagaimana tata-cara shalat dalam kasus seperti itu? Jumhur ulama berpendapat, jika orang tersebut tidak menemukan pakaian penutup aurat kecuali pakaian yang terkena najis atau kain sutera (untuk pria) maka ia wajib memakainya. Jika masih tidak menemukan sama sekali, maka ia boleh shalat dalam keadaan pakaian yang tidak lengkap menutupi auratnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wata'ala:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.”[10]

Sedangkan ulama madzhab Hanafi dan Hanbali berpendapat, bahwa orang tersebut memiliki pilihan, apakah dia akan melaksanakan shalat dalam keadaan duduk atau berdiri. Dan mereka menganjurkan agar orang tersebut sujud dan ruku' menggunakan isyarat (tanda) karena itu lebih menutup aurat.

Namun ulama madzhab Maliki dan Syafi'i berpendapat, bahwa orang tersebut harus shalat dalam keadaan berdiri dan tidak boleh duduk.

Lalu, apakah orang tersebut harus mengulangi shalatnya jika kemudian ia menemukan sesuatu untuk menutup aurat? Pendapat yang benar menyatakan, bahwa ia tidak perlu lagi mengulang shalatnya sebagaimana pendapat ulama madzhab Syafi 'i dan Hanbali. Wallahu a'lam.


Berhias Dan Berdandan Ketika Hendak Shalat



Boleh shalat dengan satu pakaian sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun dianjurkan bagi seseorang yang akan melaksanakan shalat, agar ia mengenakan pakaian lebih dari satu dan menghias dirinya semampu mungkin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala:

خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Pakailah pakaianmu yang indah di setiap –memasuki– masjid.” ( Al-A’raf: 31)

Maksudnya, pakailah pakaianmu yang indah di setiap melaksanakan shalat.

Dan juga hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَلْبَسْ ثَوْبَيْهِ فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَحَقُّ مَنْ يُزَيَّنَ لَهُ 

“Jika seorang di antara kalian ingin melaksanakan shalat, maka kenakanlah dua pakaian (atas dan bawah) karena berhias itu lebih utama untuk menghadap Allah Subhanahu wata'ala.”[11]



Footnote:
[1]. Dinukil dari kitab penulis berjudul "Fiqhu-Sunnah Lin-Nisaa'" Hal: 81-83 Cet. At-Taufiqiyah
[2] Mengenai permasalahan membuka majah dan kedua telapak tangan terdapat perbedaan antara ulama. Hal tersebut akan dibahas secara rinci dalam babnya.
[3]. Hadits Riwayat: Abu Daud (641), At-Tirmidzi (377) dan selainnya, namun dinyatakan memiliki 'Illah oleh beberapa ulama. Lihat: "Jami' Ahkam Nisaa'" (1/310)
[4]. Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah (22/123), Lihat: al-Mughni - Ibnu Qudamah (1/601)
[5] Hadits Riwayat: Abu Daud (640), Al-Baihaqi (2/232) dengan sanad Dha'if baik secara Marfu' maupun Mauquf
[6] Ibnu Abidin (1/273), al-Mawahib (1/498), al-Majmu' (3/166)
[7] Kasyaf al-Qanna` (1/269)
[8] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (4302), Abu Daud (585) dan lafadz hadits tersebut dari Abu Daud
[9] Ibnu Abidin (1/275), ad-Dasuqi (1/216), al-Majmu' (3/142, 182), Kasyaf al-Qanna` (1/270)
[10] Al-Qur`an Surat: at-Taghabun: 16
[11] Hadits Riwayat: al-Baihaqi (2/236), lihat: al-Majmu' (2/54)

No comments:

Post a Comment