Adab-adab Shalat Tahajud




Mempersiapkan diri dengan perkara yang dapat membantu bangun tahajjud. Yang dapat terwujud dengan beberapa hal di antaranya:



1. Tidur sejenak di siang hari. Jika memungkinkan,




Meninggalkan begadang jika tidak ada keperluan syar'i. Dan telah dibahas sebelumnya tentang berbicara setelah waktu Isya' yang hukumnya makruh kecuali jika terdapat kepentingan syar'i.

Lebih diutamakan bagi yang merasa malas, yang condong kepada watak santai dan hidup mewah, agar tidak berlebihan di tempat tidur. Karena hal itu merupakan penyebab banyaknya tidur dan lalai, serta sibuk lalu berpaling dari kebaikan"[1]

Penulis berkata: Bahwa tempat tidur Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dari bahan kasar, sebagaimana dalam riwayat Umar bin Khattab radhiallahu 'anhuma :

دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ عَلَى حَصِيرٍ فَجَلَسْتُ فَأَدْنَى عَلَيْهِ إِزَارَهُ وَلَيْسَ عَلَيْهِ غَيْرُهُ وَإِذَا الْحَصِيرُ قَدْ أَثَّرَ فِي جَنْبهِ 

“Aku menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau sedang berbaring –miring– di atas tikar, lantas aku pun duduk. Sewaktu beliau membetulkan sarung, dan tidak ada kain lain di atas beliau, maka terlihat olehku bekas tikar di tubuh –bagian tulang rusuk– beliau,)[2]

Juga dalam riwayat Aisyah radhiallahu 'anha ia berkata:

كَانَتْ وِسَادَتُهُ الَّتِي يَنَامُ عَلَيْهَا بِاللَّيْلِ مِنْ أَدَمٍ حَشْوُهَا لِيفٌ 

“Sesungguhnya bantal milik Rasulullah yang beliau gunakan saat tidur di malam hari, terbuat dari kulit yang di dalamnya berisi tali ijuk (sabut)”[3]


2. Saat ingin tidur, berniat di dalam hati akan mengerjakan shalat tahajjud.



Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda radhiallahu 'anhubahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُومَ فَيُصَلِّيَ مِنْ اللَّيْلِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنُهُ حَتَّى يُصْبِحَ كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ 

“Siapa yang hendak tidur kemudian dia berniat akan bangun mengerjakan shalat tahajjud, tapi matanya tak mampu menahan kantuk hingga Subuh, maka ia telah mendapat pahala dari apa yang dia niatkan itu. Sedangkan tidurnya, itu merupakan sedekah (karunia) pemberian Tuhannya.”[4]


3. Tidur dalam keadaan berwudhu’.



Telah disebutkan dalam bab wudhu’, bahwa hal ini merupakan ajaran dan petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.


4. Tidur dengan posisi miring dan bertopang di atas tubuh bagian kanan.



Sebagaimana diriwayatkan dari Hafshah radhiallahu 'anha, berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ جَعَلَ كَفَّهُ الْيُمْنَى تَحْتَ خَدِّهِ الْأَيْمَنِ

“Sesungguhnya di saat tidur, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan telapak tangan kanan beliau di bawah pipi kanan”

Dan tidur dengan bertopang di atas bagian kanan tubuh seperti ini, merupakan fitrah manusia sebagaimana nanti akan dibahas dalam hadits Barra' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma:

Catatan Tambahan:

Dalam posisi tidur Rasulullah seperti ini, di dalamnya terdapat suatu rahasia penuh hikmah yaitu; "Bahwa posisi hati di dalam tubuh terletak di sebelah kiri badan. Dan jika seseorang tidur bertopang di atas bagian kiri badannya, maka itu akan memberatkannya, karena hal tersebut tidak membuatnya nyaman beristirahat dan membuatnya terasa berat. Namun jika seseorang tidur bertopang di atas badannya sebelah kanan, maka dia akan cemas dan tidak bisa tidur nyanyak, karena hati yang terasa cemas, karena ia ingin berada dalam posisi telentang, dan karena itu disebabkan oleh posisinya yang miring. karena itu, para dokter menganjurkan untuk tidur di atas bagian tubuh sebelah kiri, karena itu dapat menciptakan istirahat sempurna dan tidut pun nyaman. Sedangkan Syariat menganjurkan untuk tidur di atas tubuh bagian kanan, hal tersebut agar tidak memberatkan tidurnya, sehingga ia mampu untuk bangun malam. Dengan demikian, tidur miring di atas bagian kanan badan itu lebih bermanfaat untuk hati, sedangkan tidur miring di atas bagian kiri badan itu lebih bermanfaat untuk tubuh. Wallahu A'lam.[1]


5. Jika seseorang khawatir tidak akan bangun shalat tahajjud, hendaknya ia mengerjakan shalat witir sebelum tidur. 



Dan jika ternyata dia bangun, maka dia bisa langsung mengerjakan shalat tahajjud tanpa harus mengulangi shalat witirnya. Hal ini telah dibahas sebelumnya dalam bab "Shalat Witir"


6. Berdzikir dan mengingat Allah Subhanahu wata'ala saat tidur.



Dalam hal ini terdapat beberapa riwayat shahih tentang dzikir-dzikir tersebut. Di antaranya:

Hadits riwayat Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:

أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ إذا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ، ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرأَ فيهِما : [قُلْ هُوَ اللهُ أحَدٌ] ، وَ [قَلْ أعُوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ] ، وَ [قُلْ أعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ] ثُمَّ مَسَحَ بِهِما مَا استْطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ ، يَبْدَأُ بهما عَلَى رَأسِهِ وَوجْهِهِ ، وَمَا أقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ ، يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ 

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila hendak tidur setiap malam, beliau merapatkan kedua telapak tangannya kemudian meniup ke dalamnya, lalu beliau membaca ke dalam kedua telapak tangannya itu "surat al-Ikhlash", "surat al-Falaq" dan "surat an-Nas". Kemudian beliau usapkan pada kedua telapak tangan tersebut ke seluruh tubuh yang dapat beliau jangkau, beliau mulai dari kepala, wajah dan bagian depan tubuhnya, beliau lakukan hal ini sebanyak tiga kali”[2]


Hadits riwayat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu saat melaporkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam seseorang yang mengambil harta zakat –seseorang tersebut adalah setan yang menyamar– namun setan tersebut mencegah Abu Hurairah seraya berkata:

دَعْنِي أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللهُ بِهِنَّ، قُلْتُ: مَا هِيَ؟ -و كانوا أحرص

No comments:

Post a Comment